Detail Artikel


  • 02 Maret 2023
  • 956
  • Artikel

Sampah Jadi Listrik : Mungkinkah ?

Permasalahan sampah masih menjadi momok bagi kota-kota besar di Indonesia termasuk kota Yogyakarta dan wilayah sekitarnya seperti Sleman dan Bantul. Wilayah dengan julukan sebagai kota pendidikan, budaya dan pariwisata ini menghasilkan lebih dari 800 ton sampah perharinya yang untuk saat ini dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Piyungan yang berlokasi di pinggiran sisi selatan kota Yogyakarta yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Bantul. Dengan jumlah sampah sebanyak itu tentunya menjadi pekerjaan yang tidak mudah bagi pemerintah dalam pengelolaannya.

Di samping itu, seperti halnya terjadi juga di kota-kota besar lainnya, keberadaan TPA tentunya ada batas waktu usianya mengingat kapasitas TPA yang terbatas, bahkan di beberapa kota sudah penuh tidak bisa lagi menampung sampah baru yang jumlahnya semakin sulit dikendalikan. Sementara di saat yang bersamaan, sangat sulit sekali mencari alternatif lokasi baru pengganti TPA yang sudah penuh. Berdasarkan pengalaman di beberapa kota menunjukkan terjadi resistensi yang sangat tinggi dari masyarakat ketika akan mencari atau menentukan lokasi baru TPA, sehingga seringkali gagal di dalam mendapatkan lokasi baru TPA. Dan benar saja bahwa akhirnya TPA Piyungan seringkali mengalami buka tutup karena kondisinya yang memang sudah penuh dan sangat sulit untuk mencari pengganti lokasi baru TPA yang layak. Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah dengan cara memusnahkan tumpukan sampah yang ada di TPA dengan proses pengolahan yang baik dan ramah lingkungan.

Ada beberapa teknologi yang telah ditawarkan untuk proses pengolahan sampah menjadi produk lain yang bermanfaat. Namun demikian, yang perlu dicermati adalah kemampuan mereduksi sampah dari teknologi yang ditawarkan tersebut. Karena target utama dari proses pengolahan sampah ini adalah pemusnahan, maka tentunya yang dipilih nantinya adalah yang mempunyai kemampuan mereduksi paling tinggi. Dari sini terlihat bahwa pengolahan sampah dengan magot, biodigester dan komposting masih menghasilkan residu yang relatif banyak hingga setengahnya. Dari beberapa alternatif teknologi tersebut, teknologi termal berbasis insinerasi dan gasifikasi menghasilkan residu yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan proses lainnya. Kemampuan mereduksi dari teknologi termal bisa mencapai 90 persen dari total sampah yang diolah, atau dengan kata lain, proses termal ini menghasilan limbah residu yang paling sedikit dan tentunya cocok dengan kondisi pada umumnya dimana TPA sudah penuh dan tidak bisa lagi menampung sampah dalam jumlah besar.

Sampah Menjadi Sumber Energi

Ada beberapa teknologi yang umum digunakan untuk memusnahkan sampah dengan mengkonversinya menjadi energi ataupun produk yang mempunyai nilai tambah ekonomi. Pemusnahan sampah tanpa menghasilkan produk turunan tentunya sangat disayangkan, oleh karena itu upaya produksi energi dan produk lainnya dari proses teknologi tersebut menjadi menjadi strategi yang menjanjikan di masa depan. Penggunaan teknologi tersebut memberikan dua keuntungan sekaligus yaitu produksi energi dan pemusnahan sampah secara bersamaan.

Konsep pemanfaatan sampah atau yang lebih dikenal dengan istilah waste biorefinery secara umum ada tiga cara utama yaitu proses termal (thermochemical conversion), proses biologi (biochemical conversion), dan proses fisika-kimia (physicochemical conversion). Proses konversi secara termal menggunakan suhu tinggi hingga ratusan derajat celcius untuk mengubah sampah menjadi energi dalam bentuk listrik maupun panas. Pada penggunaan teknologi termal, ada tiga teknologi utama yang digunakan yaitu insinerasi (incineration), gasifikasi (gasification) dan pirolisis (pyrolysis).

Pada proses biologi, sampah organik diubah menjadi bahan bakar cair atau gas menggunakan bakteri atau bioaktivator yang bertugas menguraikan sampah hingga terdekomposisi menjadi produk turunan seperti bioethanol dan biogas. Sementara itu proses fisika-kimia menggunakan campuran kimia tertentu untuk mengubah sampah menjadi bahan bakar cair seperti proses transesterifikasi (transesterification) dengan produk akhirnya berupa biodiesel. 

Ada dua skema utama pada proses biologi yaitu fermentasi dan pencernaan anaerob/anaerobic digestion (AD).. Proses fermentasi akan menghasilkan bioethanol yang nantinya dapat digunakan untuk campuran bensin. Teknologi fermentasi untuk produksi bioethanol awalnya menggunakan bahan baku biomassa seperti tebu, gandum, singkong, dan lain-lain. Beberapa negara sudah memproduksi massal seperti di negara Brasil dengan bioethanol tebunya. Proses fermentasi pada sampah organik juga telah dilakukan seperti sampah dari pasar buah. Namun demikian, untuk sampah kota yang sangat heterogen, teknologi ini menjadi sangat sulit untuk diterapkan karena harus dilakukan proses pemisahan. Lamanya waktu proses fermentasi juga menjadi kendala tersendiri ketika timbulan sampah semakin meningkat.

Proses anaerobic digestion (AD) banyak dilakukan untuk sampah kotoran hewan seperti sapi dan ayam. Produk utama dari proses AD ini adalah biogas yang biasanya dimanfaatkan untuk pemanasan kompor pengganti gas LPG maupun untuk menghidupkan genset penghasil listrik. Residunya dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar padat dengan nilai kalor yang relatif rendah. Seperti halnya proses fermentasi, kendala waktu proses dan kekhususan sampah organik ini yang membuat teknologi AD juga sulit digunakan pada sampah kota.

Secara umum, ada tiga skema utama teknologi termal sampah menjadi energi atau listrik yang banyak digunakan yaitu insinerasi/pembakaran, gasifikasi dan pirolisis. Proses insinerasi menggunakan udara berlebih di dalam proses pembakaran hingga semua komponen sampah terbakar semuanya. Sedangkan gasifikasi menggunakan udara terbatas/terkontrol sehingga dihasilkan bahan bakar gas (producer gas/syntetic gas/syngas) yang siap digunakan untuk bahan bakar pada gas engine maupun mesin diesel. Sementara pirolisis adalah proses termal suhu tinggi tanpa membutuhkan udara, sehingga dalam proses ini reaktor tertutup rapat. Pada proses ini terjadi reaksi perengkahan dimana komponen sampah akan terpecah struktur kimianya pada suhu tinggi.

 

  1. Teknologi Insinerasi

Teknologi termal pertama yang telah dikembangkan sejak dahulu kala adalah teknologi pembakaran atau insinerasi, dimana sampah dibakar untuk menghasilkan energi panas yang digunakan untuk memanaskan air di dalam boiler untuk dijadikan uap sebagai penggerak turbin untuk memutar generator penghasil listrik. Pada prinsipnya ada 4 tahapan proses insinerasi yaitu proses pre-treatment, proses pembakaran, proses energy recovery dan penanganan gas buang. Teknologi pembakaran saat ini sudah sangat mature dan telah digunakan di banyak negara. Dengan teknologi ini, sampah tereduksi hingga sembilan puluh persen dan hanya tersisa abu yang jumlahnya tinggal sepuluh persen. Bahkan tumpukan sampah lama yang sudah menggunung di lokasi TPA juga bisa dimusnakan dalam waktu singkat. Dari pengalaman kunjungan dan riset yang dilakukan penulis, emisi hasil pembakaran dapat diminimalkan hingga di bawah ambang batas emisi yang diijinkan. Beberapa peralatan penyaring polutan dipasang pada sistem insinerator untuk meminimalisir emisi yang dihasilkannya.

  1. Teknologi Gasifikasi

Gasifikasi adalah suatu metode untuk mengkonversi sampah padat menjadi bahan bakar gas melalui proses termal (termokimia) dengan pasokan udara terbatas pada suatur reaktor yang disebut dengan gasifier (Saleh et. al., 2020). Untuk dapat menghasilkan listrik dari sampah, maka alat utama gasifier harus didukung beberapa peralatan lainnya untuk menjamin kualitas dan kontinyuitas produksi listrik jangka panjang. Untuk itulah kemudian gasifier dirangkai dengan sistem pengkondisi gas yang terdiri dari gas cooling dan gas cleaning sebelum masuk ke dalam mesin seperti ditunjukkan pada Gambar di bawah. Gas cooling system berfungsi untuk mendinginkan syngas yang keluar dari gasifier. Sementara itu gas cleaning system bekerja untuk membersihkan partikel dan tar yang masih tersisa di syngas hingga betul-betul bersih. Untuk menarik syngas agar bisa masuk ke dalam mesin, maka digunakan blower hisap yang sekaligus berfungsi untuk mengatur masukan udara dalam gasifier.

 

Penutup

Sampah telah menjadi permasalahan kita Bersama yang hingga saat ini masih mengganggu aktivitas kita. Namun demikian, sampah ternyata memiliki potensi yang terpendam di dalamnya, sehingga sampah yang awalnya hanyalah limbah tak berguna, saat ini bisa menjadi sumber daya yang bisa menghasilkan energi/listrik maupun produk turunan lainnya. Sehingga mengubah sampah menjadi listrik bukanlah cerita fiktif belaka dan senyatanya bisa diwujudkan seperti yang telah dilakukan di kota Solo dan Surabaya serta di banyak negara maju.

 

Writer :

Dr. Eng. Mochamad Syamsiro

Direktur Center for Waste Management & Bioenergy dan Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Janabadra, Yogyakarta

 

Ditayangkan perdana di Majalah Mensana Dinas Kesehatan DIY

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 8.815
  • Bulan Ini

  • 1.728.429
  • Total Kunjungan

  • 21.753.111