Detail Artikel


  • 13 Juni 2023
  • 1.300
  • Artikel

Keterpaduan Iniasiasi Bebas Pasung, Depressi dan Penyakit Jiwa

Sejarah pasung di Indonesia telah menjadi fenomena tersendiri. Pasung adalah praktik mengikat atau membatasi gerakan seseorang yang mengalami gangguan jiwa. Tahun 2010, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia telah menginisiasi sebuah gerakan nasional untuk mengakhiri pasung, yang dinamakan Indonesia Bebas Pasung. Dalam ketentuan tersebut termasuk tertuang bahwa pasung telah dinyatakan sebagai melanggar hak asasi manusia dan tidak sesuai dengan upaya kesehatan jiwa. Data Riskesdas Kemenkes Tahun 2013 menunjukan, dari seluruh penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat sebanyak 14,3% diantaranya pernah dipasung. 

Salah satu hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI Tahun 2018 telah menempatkan DIY sebagai provinsi dengan tingkat permasalahan kesehatan jiwa tertinggi di Indonesia. Data Dinas Kesehatan DIY tahun 2019 memperlihatkan, dengan total penduduk 3,594 juta, terdapat 12.784 di antaranya merupakan ODGJ. Bantul menjadi daerah dengan ODGJ (3.327) disusul Kota Yogyakarta (3.468), Sleman (2.988), Kulonprogo (1.618) dan Gunungkidul (1.483). 

Indikasi permasalahan kesehatan jiwa yang tinggi diantaranya terlihat dari salah satu kabupaten di DIY yaitu Kabupaten Gunungkidul sebagai wilayah penyumbang kasus bunuh diri tertinggi di Indonesia. Data terakhir jumlah kematian akibat kasus gantung diri diwilayah ini tercatat mencapai 30 kasus selama tahun 2022. Pemerintah DIY selanjutnya telah menetapkan Peraturan Gubernur nomor 81 tahun 2014 tentang penanganan Pasung. Pergub ini disusun dengan harapan untuk dapat menekan angka pasung. Namun demikian hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Yanasari (2019) menemukan bahwa meskipun sudah ditetapkan adanya Pergub yang mengatur penanganan pasung, namun masih terdapat angka yang tinggi untuk pemasungan di DIY. 

Kabupaten Gunungkidul merupakan lokasi kerja penulis yang bekerja sebagai funbsional perawat Puskesmas. Tercatat sebanyak 7 kasus pasung dilaporkan dari dari kabupaten yang memiliki 29 Puskesmas ini. Puskesmas Girisubo tempat penulis bertugas menyumbang 1 dari 7 kasus pasung di Kabupaten Gunungkidul. Sementara dari hasil evaluasi pelayanan memperlihatkan bahwa angka kunjungan pasien berobat rutin Skizofrenia di Puskesmas Girisubo terus meningkat. Tahun 2019 tercatat 169 kasus dalam satu tahun meningkat menjadi 232 orang pada tahun 2022.

Kecamatan Girisubo memiliki daerah yang di seluruhnya pedesaan dengan dominasi kontur perbukitan pegunungan kapur. Mayoritas masyarakat di wilayah ini adalah petani dan nelayan miskin. Wilayah ini masuk dalam salah satu kecamatan termiskin di DIY.  Sebagai puskesmas yang berlokasi di ujung paling timur di DIY, wilayah ini memiliki akses terjauh ke Ibukota Kabupaten, Provinsi dan ke layanan rujukan Rumah Sakit Jiwa Ghrasia (RSJ satu-satunya di DIY) yang mencapai kurang lebih 100 km.  Wilayah ini memiliki akses transportasi dan komunikasi serta Faskes yang relatif tertinggal dibanding wilayah lain di DIY. 

Gambaran kondisi kesehatan jiwa di masyarakat dapat digambarkan dari hasil kajian tingkat depresi yang yang dilaksanakan penulis di Kalurahan Sogbanyu tahun 2020. Dari hasil kajian angka depresi Songbanyu menggunakan Self Reporting Quetionnaire 29 (SRQ-29) diperoleh gambaran prosentase gangguan depresi responden mencapai 65% (n=70). Kajian lanjut oleh penulis memperlihatkan bahwa stigma orang dengan gangguan jiwa masih lekat di masyarakat Kalurahan Songbanyu. 

Tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah terkait kesehatan jiwa diperburuk dengan pengetahuan keluarga dalam merawat ODGJ. Kepatuhan minum obat pada penderita gangguan jiwa di Kalurahan ini sangat rendah, hal ini terlihat dari hanya 20% pasien yang teratur kontrol mengambil obat. Kondisi ini menggambarkan kepada banyakannya kasus penghentian obat jiwa. Skizofrenia pada umumnya membutuhkan pengobatan antipsikotik secara rutin untuk mengontrol berbagai gejala yang muncul, akibat ketidakseimbangan kandungan dopamin di otak. Ketika penderita skizofrenia berhenti mengonsumsi obat-obatannya, maka gejala-gejala psikosis tadi bisa kembali muncul, serta daya menilai realitasnya juga kembali terganggu.

Tahun 2019 di wilayah kecamatan Girisubo belum memiliki kebijakan khusus di luar pelayanan kesehatan puskesmas. Penanganan pasung belum memperoleh perhatian dari banyak pihak. Penanganan kasus ODGJ juga masih belum terintegrasikan diantara sektor sosial, kesehatan dan unsur lainnya. Permasalahan kesehatan jiwa juga belum memperoleh dukungan yang mencukupi untuk penanganan di luar fasilitas kesehatan. Upaya kesehatan masyarakat (UKM) untuk kesehatan jiwa masih sangat minim dibandingkan dengan untuk bidang kesehatan lainnya. 

Pengetahuan masyarakat yang masih rendah, masih munculnya stigma terdahap ODGJ dan masih tingginya tingkat depresi di masyarakat menunjukkan bahwa adanya kebutuhan literasi di masyarakat terkait dengan kesehatan jiwa. Di sisi lain aktifitas kader kesehatan di wilayah Kecamatan Girisubo yang sangat baik merupakan sebuah potensi untuk membantu dalam pengembangan kesehatan jiwa. Salah satu aspek penting dalam penanganan ODGJ adalah pendampingan terhadap keluarga. Dengan kondisi keterikatan sosial yang masih sangat tinggi, keterlibatan unsur sosial masyarakat tersebut akan memberikan dampak baik dalam penanganan ODGJ dan dalam menghilangkan stigma. 

Gambaran permasalahan di Kelurahan Girisubo ini telah memicu gagasan penulis untuk melakukan perubahan. Gagasan tersebut sebagai wujud dedikasi penulis terhadap tempat mengabdi, bekerja dan berkarya. Gagasan penulis pertama kali diarahkan untuk menjawab dukungan kebijakan internal dan selanjutnya meluas. Keterpaduan menjadi kunci sangat penting untuk memadukan seluruh potensi sumberdaya dengan target awal adalah pembebasan pasung, dan target selanjutnya mengembangan literasi lintas program, sektor dan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat menjadi gagasan yang akan dikembangkan penulis dengan melibatkan kader kesehatan dan tokoh masyarakat. 

Langkah awal dilakukan dengan konsultasi pimpinan dan dilanjutkan kolega terkait di lingkungan Puskesmas Girisubo. Berdasarkan hasil kosultasi telah diperoleh dukungan pimpinan dan kolega internal. Terdapat arahan pimpinan yang mengharapkan inisiasi ini dapat dikembangkan di seluruh Girisubo dan dilakukan bertahap dimulai dari Kalurahan Songbanyu. Target pada awal pengembangan adalah (1) Menghilangkan dan mencegah kasus pasung, (2) Menurunkan kejadian putus obat pada pasien ODGJ dengan meningkatkan kepatuhan minum obat, (3) Meningkatkan literasi masyarakat dalam pencegahan permasalahan kesehatan jiwa.  Diharapkan program ini dapat meningkatkan kualitas dan cakupan pelayanan kesehatan jiwa yang lebih luas. Pengembangan jejaring diharapkan juga akan memberikan multi efek berupa munculnya laporan-laporan yang ada di masyarakat serta munculnya dukungan masyarakat. Melalui inovasi ini juga diharapkan akan dapat berdampak lebih lanjut kepada kontribusinya untuk pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan Jiwa Puskesmas Girisubo. 

 

Penulis : Faris Shalih ‘Afif (Puskesmas Girisubo)

 

Daftar Pustaka

Albanna, Morteza Syariati. 2019. Mitos Pulung Gantung Marak Bunuh Diri di Gunung kidul. Jakarta : Tagar.ID

Indonesia. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Lembaran Negara RI Tahun 2014. Jakarta.

Munthe, Celestinus Eigya. 2021. Kemenkes Beberkan Masalah Permasalahan Kesehatan Jiwa di Indonesia. Jakarta . Kementrian Kesehatan. 

Pujianta. 2015. Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup ODGJ Melalui Rehabilitasi Masyarakat Di Padukuhan Petir Kecamatan Rongkop. Gunungkidul

Pebri Yanasari, 2019, Implementasi Peraturan Gubernur (Pergub) DIY Nomor 81 Tahun

2014 tentang Penanganan Pasung di Kab. Kulonprogo Yogyakarta, Jurnal Dakwah dan Pengembangan Sosial Kemanusiaan ISSN (Online): 2614-5820 Vol. 10, no. 2 (2019), pp. 354-375

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 30.296
  • Bulan Ini

  • 1.728.429
  • Total Kunjungan

  • 21.589.617