Detail Artikel


  • 19 April 2016
  • 2.500
  • Artikel

DOKTER BINGUNG YANG DISEBUT DOKTER UMUM

Dokter Layanan Primer adalah topik yang tak kunjung habis dibahas di kalangan kedokteran Indonesia. Seringkali penulis (saya-sebut saja demikian) berbincang-bincang dengan teman sejawat di suatu forum. Suatu saat topik mengenai spesialisasi baru namun penuh kontroversi muncul ke dalam pembicaraan. Saya bertanya, “Bagaimana dengan DLP?”

Responnya tidak terlalu positif karena menurutnya DLP tak ada bedanya dengan dokter umum biasa. Saya pun penasaran, sebenarnya apa sih DLP? Dokter Layanan Primer adalah dokter spesialis di bidang generalis, yang secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip Ilmu Kedokteran Keluarga, ditunjang dengan Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu Kesehatan Masyarakat dan mampu memimpin maupun menyelenggarakan pelayanan kesehatan primer.

Spesialis di bidang generalis ini tidak diberikan saat masih menempuh pendidikan kedokteran umum karena dirasa tidak adil untuk orang-orang yang memang berminat di bidang lainnya. Saya cukup setuju dengan ini. Dulu ketika saya masih menjadi mahasiswa kedokteran, saya menyadari bahwa sangat banyak mahasiswa yang telah mempertimbangkan bidang spesialis tujuannya. Saya sendiri memiliki minat yang luas dan tak keberatan untuk mendalami ilmu kedokteran secara umum, namun kedokteran umum yang ada selama ini saja rasanya tidak cukup. Menurut saya, adanya DLP ini adalah alternatif untuk orang-orang seperti saya tanpa harus menghabiskan waktu orang-orang yang berminat di spesialisasi lainnya. Saya mencoba mencari tahu mengenai landasan hukum program spesialis Dokter Layanan Primer. Kebanyakan kajian menjadikan Undang-Undang nomor 20 tahum 2013 tentang Pendidikan Kedokteran sebagai dasarnya. Pada pasal 8 ayat (1), “Program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) huruf b hanya dapat diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang memiliki akreditasi kategori tertinggi untuk program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi.” Jika sistem kategori akreditasi belum berubah maka akreditasi kategori tertinggi adalah akreditasi A. Bisa diambil kesimpulan bahwa yang berhak menyelenggarakan program DLP ini adalah FK berakreditasi A. Pada pasal 8 ayat (3) disebutkan bahwa, “Program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan dari program profesi dokter dan program internship yang setara dengan program dokter spesialis.” Oh jadi DLP setara dengan spesialis, yang dilakukan setelah program dokter dan internship. Pada November 2015 lalu, Dhanasari V. Trisna Sanyoto sebagai ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Layanan Primer Indonesia menyatakan bahwa ada 17 perguruan tinggi yang akan membuka program pendidikan spesialis dokter layanan primer yang akan dibuka pada semester ganjil 2016 nanti.

Ah, jadi ternyata DLP ini sudah ada perhimpunannya. Saya pun mencari di Google dengan kata kunci “Perhimpunan Dokter Spesialis Layanan Primer Indonesia,” dengan harapan ada situs resminya atau setidaknya disebutkan dalam salah satu situs resmi pemerintahan. Sayangnya, yang saya temukan hanyalah artikel-artikel tidak resmi. Akan tetapi ternyata PDLPI difasilitasi oleh Kelompok Kerja Nasional Percepatan Pendidikan Dokter Layanan Primer Indonesia yang dibentuk oleh Surat Keputusan Bersama Menkes RI dan Menristekdikti RI yang saya sendiri belum berhasil menemukan isinya di Google sebagai satu-satunya akses pencarian saya saat ini. Lagi-lagi, apa sebenarnya dasar DLP? Di beberapa negara, program spesialisasi layanan primer ini dikenal sebagai family medicine atau kedokteran keluarga. Spesialisasi ini memiliki tiga dimensi yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan proses yang berpusat pada hubungan dokter-pasien dengan pasien dilihat dalam konteks keluarga. Hal tersebut yang membedakan kedokteran keluarga dengan spesialis lainnya. Kompetensi dokter layanan primer sendiri adalah: 1. Pengelolaan kesehatan berpusat pada individu dan keluarga 2. Pengelolaan kesehatan yang berorientasi pada komunitas dan masyarakat 3. Komunikasi holistik, komprehensif dan kecakapan budaya 4. Kepemimpinan 5. Manajemen fasilitas pelayanan kesehatan primer 6. Keterampilan klinis 7. Etika, hukum dan profesionalisme di pelayanan primer Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation) mengenal apa yang disebut sebagai five stars doctor. Five stars doctor merupakan hal-hal yang diharapkan dari seorang dokter, yang terdiri dari: Care provider, Decision maker, Communicator, Community leader, Manager. Cukup melihat kata-kata tersebut, saya jadi mempertanyakan apakah sebenarnya perbedaan dari kompetensi dokter layanan primer di Indonesia dengan kompetensi dokter dari WHO yang sebenarnya kini telah diadaptasi oleh berbagai fakultas kedokteran di Indonesia? Pada Undang-Undang nomor 20 tahum 2013 tentang Pendidikan Kedokteran pasal 8 ayat (4) disebutkan pula bahwa, “Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dalam menyelenggarakan program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.” Berdasarkan Undang-Undang Praktek Kedokteran No.29 tahun 2004 BAB I pasal 1 ayat (12), organisasi profesi untuk dokter di Indonesia ialah IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Berdasarkan hal tersebut maka saya mendukung penuh keputusan IDI dalam acara Muktamar IDI ke-29 pada 18-22 November 2015 di Medan yang menyatakan IDI menolak konsep pendidikan Dokter Layanan Primer.

Menurut saya penolakan IDI tersebut bukanlah hal yang aneh. Meski begitu, tuntutan IDI melalui PDUI (Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia) agar Mahkamah Agung menguji kembali UU No. 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran pun telah ditolak dengan dasar pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”

Jika IDI masih tetap tidak menerima konsep pendidikan Dokter Layanan Primer, lantas kepada siapakah Fakultas Kedokteran berkoordinasi mengenai penyelenggaraan program DLP? Banyak sekali kajian mengenai Dokter Layanan Primer yang beredar, namun bagaimanakah kenyataan hitam di atas putihnya?Semakin saya telusuri, semakin saya sadari bahwa ini seperti benang kusut yang membutuhkan waktu untuk diurai. Seiring dengan terus terpakainya kuota internet saya dan kebingungan saya. Satu-satunya yang masuk akal tentang DLP adalah kenyataan bahwa DLP adalah dokter spesialis umum. Ya..... Anda juga bingung?? (agp 2.0)

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 475
  • Bulan Ini

  • 1.728.429
  • Total Kunjungan

  • 20.872.652