Detail Artikel


  • 26 Agustus 2019
  • 2.705
  • Artikel

Akreditasi Sebagai Upaya Optimalisasi Mutu Pelayanan RS di Era JKN-KIS

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan berkomitmen menerapkan target program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan cakupan kepesertaan semesta atau universal health coverage (UHC) pada 2019. Artinya pada tahun 2019 ini minimal 95% penduduk Indonesia telah terdaftar menjadi peserta JKN-Kartu Indonesia Sehat (KIS). Efek dari kebijakan itu banyak menimpa rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan, khususnya dalam hal kesiapan akreditasi sebagai salah satu syarat bekerja sama dengan BPJS.

Tujuan dari pencapaian UHC antara lain proses reformasi layanan kesehatan yang mencangkup aksesibilitas, pelayanan berkualitas serta komprehensif bagi masyarakat. Rumah sakit didorong untuk menerapkan kendali mutu dan biaya tanpa menurunkan standar mutu pelayanan, serta kepuasan pasien dapat terus meningkat.

Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih ada sebanyak 271 rumah sakit (RS) yang menjadi mitra belum reakreditasi hingga per 22 April 2019. Padahal akreditasi RS menjadi syarat mutlak untuk tetap melanjutkan kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dari 2.202 RS atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang jadi mitra BPJS Kesehatan, masih ada ratusan rumah sakit  yang belum terakreditasi.

Secara nasional pada Desember 2018 masih ada 720 RS kerja sama yang belum terakreditasi. Kemudian tren rumah sakit mitra BPJS Kesehatan yang belum terakreditasi terus menurun hingga tinggal menjadi 271 RS hingga 22 April 2019. Berdasarkan rekapitulasi RS yang habis akreditasi atau belum diperbarui serta RS yang akan habis masa berlakunya Januari hingga Desember 2019 sebanyak 482 RS. Akreditasi menjadi salah satu syarat wajib untuk memastikan peserta JKN-KIS memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Akreditasi rumah sakit dapat juga dipakai sebagai salah satu cara guna menilai mutu keselamatan pasien dan instrumen untuk mencapai tata kelola organisasi rumah sakit yang baik. Untuk wilayah DIY per Juni 2019, dari 78 rumah sakit yang sudah terakreditasi sudah 65 (83,33 %) rumah sakit.  

Akreditasi juga bentuk perlindungan pemerintah dalam memenuhi hak setiap warga negara agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan bermutu oleh fasilitas pelayanan kesehatan, selain juga untuk melindungi tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit itu sendiri. Bahkan pentingnya akreditasi disebutkan dalam UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Permenkes 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit, bahwa akreditasi juga berfungsi untuk meningkatkan Mutu Pelayanan RS dan Melindungi Pasien. Karena itu, setiap RS yang mendapatkan izin operasional harus diregistrasi dan terakreditasi.

Mengamati 10 tahun jejak akreditasi RS sejak diundangkannya UU Rumah Sakit di era pra-JKN pada tahun 2009 hingga kondisi terkini lima tahun penyelenggaraan JKN oleh BPJS Kesehatan, terjadi hiruk pikuk terkait akreditasi rumah sakit dan penyelenggaraan JKN dan merebak sejak awal tahun 2019. Akreditasi sebagai persyaratan bagi rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan seharusnya diberlakukan sejak awal tahun 2014 seiring dengan pelaksanaan Program JKN-KIS. Namun dengan memperhatikan kesiapan rumah sakit, ketentuan ini kemudian diperpanjang hingga 1 Januari 2019 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 99 Tahun 2015 tentang perubahan PMK 71 Tahun 2013 Pasal 41 ayat (3). Pemerintah sudah berulangkali mengingatkan rumah sakit untuk melaksanakan akreditasi, seperti pada awal tahun 2019 lalu, Kemenkes sudah memberi kesempatan kepada rumah sakt yang belum melaksanakan akreditasi untuk melakukan pembenahan dan perbaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu Kemenkes juga telah memberikan surat rekomendasi kepada sejumlah rumah sakit mitra BPJS Kesehatan yang belum terakreditasi agar paling lambat 30 Juni 2019 ini sudah harus terakreditasi. Kemudian pada 11 Februari 2019, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan juga sudah mengirimkan surat edaran dan pemberitahuan bagi rumah sakit agar segera terakreditasi agar tidak terkena pemutusan kerjasama dengan BPJS. Dalam proses pemutusan kerjasama dengan BPJS ini hendaknya mempertimbangkan pendapat Dinas Kesehatan dan/atau Asosiasi Fasilitas Kesehatan setempat dan memastikan bahwa pemutusan kontrak tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat dengan melalui pemetaan analisis kebutuhan fasilitas kesehatan di suatu daerah.

Dalam hal rumah sakit yang ingin bekerjasama dengan BPJS, kriteria teknis yang menjadi pertimbangan BPJS Kesehatan untuk menyeleksi fasilitas kesehatan yang ingin bergabung antara lain sumber daya manusia seperti tenaga medis yang kompeten, kelengkapan sarana dan prasarana, lingkup pelayanan, dan komitmen pelayanan.

Beberapa kebijakan dilakukan oleh Kemenkes oleh karena batas waktu wajib akreditasi rumah sakit menjelang pelaksanaan JKN tidak tercapai pada waktu itu.  Selama 5 tahun penyelenggaraan JKN (2014-2019), pelaksanaan wajib akreditasi rumah sakit penuh toleransi.  Untuk mendekatkan akses Peserta JKN kepada rumah sakit, terpaksa BPJS Kesehatan membeli pelayanan kesehatan bagi mereka tanpa mempersyaratkan hasil akreditasi mutu pelayanan rumah sakit. Namun, BPJS Kesehatan tidak ingin memperpanjang batas toleransi sehingga ketegangan antara BPJS Kesehatan dengan rumah sakit tak terhindarkan.  BPJS Kesehatan menggunakan “purchasing power nya” untuk menghentikan kerjasama dengan rumah sakit yang tidak terakreditasi atau yang tidak memperpanjang akreditasinya.

Pemberlakuan wajib akreditasi melalui JKN juga tidak sepenuhnya tercapai. Kembali Menkes merevisi peraturan untuk mengulur  waktu bagi rumah sakit. Menkes menambah waktu lima tahun dari batas waktu sebelumnya pada 1 Januari 2017 menjadi 8 Januari 2021 melalui Pasal 41 ayat (3) Permenkes No. 99 Tahun 2015.  Penguluran batas tenggat akreditasi mencapai 12 tahun sejak UU Rumah Sakit diundangkan pada tahun 2009.  Menkes melalui surat edaran No. 3982/2017, mengingatkan bahwa paling lambat 1 Januari 2019 seluruh rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan harus terakreditasi.

BPJS Kesehatan tidak ingin lagi memperpanjang kompromi mutu pelayanan kesehatan  di rumah sakit. Hingga akhir April 2019, BPJS Kesehatan telah memutus kerja sama dengan 52 RS yang habis masa akreditasinya dan menegaskan bahwa Kemenkes tidak akan meneruskan kerja asma dengan RS yang tidak memiliki sertifikat akreditasi selamat-lamatnya pada 30 Juni 2019.  Pemutusan kontrak kerja sama antara RS dengan BPJS Kesehatan berbuntut kisruh.  Menyikapi pemutusan kontrak tersebut, Komisi IX DPR RI menggelar dialog publik dan mendesak Kementerian Kesehatan, KARS, BPRS, dan seluruh asosiasi RS untuk berkomitmen memenuhi tenggat waktu pemenuhan akreditasi RS paling lambat 30 Juni 2019.

Persoalan keterlambatan klaim memang menjadi masalah bagi operasional rumah sakit. Cash flow terganggu. Tetapi itu bukan salah satu syarat kontrak kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Karena pada prinsipnya Rumah Sakit dan BPJS Kesehatan sama-sama saling membutuhkan atau simbiose mutualisme. Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan dua surat rekomendasi perpanjangan kontrak kerja sama bagi rumah sakit yang belum terakreditasi melalui surat Menteri Kesehatan Nomor HK. 03.01/MENKES/768/2018 dan HK.03.01/MENKES/18/2019 untuk tetap dapat melanjutkan kerja sama dengan BPJS kesehatan.

Surat rekomendasi diberikan setelah rumah sakit yang belum terakreditasi memberikan komitmen untuk melakukan akreditasi sampai dengan 30 Juni 2019. Perpanjangan kerja sama dengan rumah sakit yang belum terakreditasi agar tetap dapat memberikan pelayanan bagi peserta JKN.  PERSI menyambut baik kebijakan yang memihak pada kepentingan bersama baik masyarakat peserta JKN, rumah sakit dan tentunya Pemerintah.  Adanya tingkatan kelas rumah sakit yang didasarkan pada kemampuan pelayanan juga mengindikasikan perbedaan kemampuan sumber daya yang tersedia. Ditambah lagi disparitas ketersediaan sumber daya dan fasilitas rumah sakit di berbagai wilayah Indonesia.

Semoga dengan semakin mendekati batas waktu akreditasi rumah sakit yaitu 30 Juni 2019, akan dapat memacu rumah sakit yang belum terakreditasi agar segera melaksanakan proses akreditasi sesuai ketentuan yang berlaku. Bila mengalami kesulitan tentu saja dapat meminta bantuan Dinas Kesehatan Kab/kota maupun Dinkes DIy untuk memberikan bimbingan menuju proses akreditasi rumah sakit dengan hasil yang optimal. Semoga…….

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 2.262
  • Bulan Ini

  • 1.728.429
  • Total Kunjungan

  • 21.095.080