Detail Artikel


  • 17 Oktober 2024
  • 189
  • Artikel

Waspada! Stunting [masih] Mengancam Generasi Kita!

Hallo Sobat Jogja! Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga sehat dan bahagia selalu. Pada kesempatan kali ini, kita akan mengulik materi tentang stunting. Apakah Sobat Jogja sudah mengetahui apa itu stunting? Yuk, kita sama-sama belajar tentang stunting yang katanya bisa membuat anak-anak mengalami penyakit degenaratif!

Salah satu permasalahan gizi yang menjadi fokus global adalah mengatasi stunting pada balita, yang merupakan kondisi kronis akibat kekurangan gizi pada masa pertumbuhan awal dan berpotensi mempengaruhi perkembangan fisik dan kognitif anak hingga dewasa.

Stunting adalah  masalah  kurang  gizi  kronis  yang  disebabkan  oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan  kebutuhan  gizi. Stunting dapat  terjadi  mulai  janin  masih  dalam  kandungan  dan  baru nampak  saat  anak  berusia  dua  tahun (Kementerian  Kesehatan  Republik  Indonesia,  2016).

Stunting dan kekurangan gizi lainnya yang terjadi pada 1.000 HPK tidak hanya menyebabkan hambatan pertumbuhan fisik dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, tetapi juga mengancam perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan saat ini dan produktivitas anak di masa dewasanya. Anak-anak stunting berisiko lebih tinggi mengidap penyakit degeneratif, seperti kanker, diabetes, dan obesitas. Hal ini disebabkan karena kebutuhan zat gizi mikro dan makro dalam tubuh tidak terpenuhi secara maksimal sehingga pembentukan fungsi sel tubuh dan lainnya tidak sempurna.

Prevalensi stunting menurut hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mengalami penurunan dari 21,6% (SSGI 2022) menjadi  21,5%. Penurunan prevalensi stunting ini berturut-turut terjadi selama 10 tahun terakhir (2013-2023). Meskipun demikian angka tersebut masih belum memenuhi target RPJMN 2020-2024 sebesar 14% pada tahun 2024 dan standar WHO dibawah 20%. Dari 38 provinsi di Indonesia, sebanyak 15 provinsi memiliki prevalensi stunting di bawah angka nasional. Tiga provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi adalah Papua Tengah (39,4%), Nusa Tenggara Timur (37,9%) dan Papua Pegunungan (37,3%). Sedangkan tiga provinsi yang telah mencapai target RPJMN 2024 yaitu Bali (7,2%), Jambi (13,5%) dan Riau (13,6%). 

Provinsi D.I. Yogyakarta mengalami kenaikan pada prevalensi stunting sebesar 1,6% dari 16,4% di tahun 2022 menjadi 18,0% di tahun 2023. Kunjungan neonatal (KN) di D.I. Yogyakarta berada diatas angka rata-rata nasional yaitu 58,1%, namun termasuk kedalam 17 besar provinsi dengan prevalensi BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) diatas atau sama dengan rerata nasional.

Stunting terkait dengan banyak penyebab, antara lain aktor asupan gizi ibu dan anak, status kesehatan balita, ketahanan pangan, lingkungan sosial dan kesehatan, lingkungan pemukiman, kemiskinan, dan lain-lain (UNICEF, 2013; WHO, 2013).

Kekurangan gizi dalam waktu lama itu terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kelahiran). Penyebabnya karena rendahnya asupan vitamin dan mineral, dan buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani. Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik terutama pada perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak juga menjadi penyebab anak stunting apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang cukup baik. Ibu yang masa remajanya kurang nutrisi, bahkan di masa kehamilan, dan laktasi akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan tubuh dan otak anak.

Faktor lainnya yang menyebabkan stunting adalah terjadi infeksi pada ibu, kehamilan remaja, gangguan mental pada ibu, jarak kelahiran anak yang pendek, dan hipertensi. Selain itu, rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan anak.

Diagnosis stunting pertama-tama dilakukan dengan melakukan tanya jawab oleh petugas kesehatan seputaran asupan makan anak, riwayat pemberian ASI, riwayat kehamilan dan persalinan, serta lingkungan tempat tinggal anak. Setelah itu akan dilakukan pemeriksaan fisik berupa mengukur panjang atau tinggi badan, berat badan, lingkar kepala dan lingkar lengan anak. Seorang anak dapat di diagnosis stunting bila tinggi badannya berada di bawah garis merah (-2 SD) berdasarkan kurva pertumbuhan WHO.

Stunting pada anak akan berlanjut hingga ia beranjak usia dewasa. Jadi sebelum stunting memberikan dampak pada tumbuh dan kembang anak secara menyeluruh, maka stunting harus dicegah. Upaya yang bisa dilakukan untuk pencegahan stunting yaitu : 

  • Pemberian pola asuh yang tepat
  • Memberikan MPASI yang optimal
  • Mengobati penyakit yang dialami anak
  • Perbaikan kebersihan lingkungan
  • Menerapkan hidup bersih keluarga

Atau untuk lebih mudah mengingatnya, Stunting dapat dicegah dengan melakukan ABCDE.

A: Aktif minum Tablet Tambah Darah (TTD)

Konsumsi TTD bagi remaja putri 1 tablet seminggu sekali. Dan konsumsi TTD bagi ibu hamil 1 tablet setiap hari (minimal 90 tablet selama kehamilan).

B:  Bumil teratur periksa kehamilan minimal 6 kali

Periksa kehamilan minimal 6 (enam) kali, 2 (dua) kali oleh dokter menggunakan USG.

C: Cukupi konsumsi protein hewani

Konsumsi protein hewani setiap hari bagi bayi usia di atas 6 bulan.

D: Datang ke Posyandu setiap bulan

Datang dan lakukan pemantauan pertumbuhan (timbang dan ukur) dan perkembangan, serta imunisasi balita ke Posyandu setiap bulan.

E: Eksklusif ASI 6 bulan

ASI eksklusif (hanya konsumsi ASI saja) selama 6 bulan pertama, dilanjutkan hingga usia 2 tahun dengan melengkapi Makanan Pendamping ASI (MP ASI) tepat setelah berusia 6 bulan.

Penanganan stunting dapat meliputi pengobatan penyakit penyebabnya, perbaikan nutrisi, pemberian suplemen, serta penerapan pola hidup bersih dan sehat. Yang dapat dilakukan adalah:

  • Mengobati penyakit yang mendasari, misalnya memberikan obat-obatan antituberkulosis bila anak menderita TBC
  • Memberikan nutrisi tambahan, berupa makanan yang kaya protein hewani, lemak, dan kalori
  • Memberikan suplemen, berupa vitamin A, zinc, zat besi, kalsium dan yodium
  • Menyarankan keluarga untuk memperbaiki sanitasi dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), guna mencapai keluarga yang sehat.

 

Nah, itu tadi beberapa hal tentang stunting. Bagaimana Sobat Jogja, apakah sudah paham tentang stunting? Yuk kita penuhi gizi kita dan gizi anak-anak untuk mencegah generasi stunting! (sdp)

 

Referensi:

https://ayosehat.kemkes.go.id/topik-penyakit/defisiensi-nutrisi/stunting

Kemenkes RI. 2024. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 Tematik. Jakarta: Kemenkes RI

 

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 31.056
  • Bulan Ini

  • 3.094.979
  • Total Kunjungan

  • 28.763.729