Detail Artikel


  • 02 Juli 2025
  • 37
  • Artikel

Stunting dan Gizi Balita DIY (Survey Status Gizi Indonesia 2024)

              Survey Status Gizi Indonesia dilaksanakan secara rutin setiap tahun untuk melihat gambaran status gizi dari balita di seluruh wilayah Indonesia termasuk di dalamnya angka stunting. Hasil SSGI tahun 2024 menunjukkan penurunan prevalensi stunting di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 0.6% dari angka 18% pada tahun 2023 menjadi 17.4% pada tahun 2024. Penurunan tersebut sangat bermakna mengingat upaya penurunan stunting memerlukan intervensi dan peran serta multisektor. Pada tingkat kabupaten, secara rinci prevalensi stunting tahun 2024 adalah sebagai berikut: Gunungkidul 19,7%, Kulon Progo 18.0%, Sleman 17.3%, Bantul 16.5% dan Kota Yogyakarta 14.9%.Survey Status Gizi Indonesia dilaksanakan secara rutin setiap tahun untuk melihat gambaran status gizi dari balita di seluruh wilayah Indonesia termasuk di dalamnya angka stunting. Hasil SSGI tahun 2024 menunjukkan penurunan prevalensi stunting di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 0.6% dari angka 18% pada tahun 2023 menjadi 17.4% pada tahun 2024. Penurunan tersebut sangat bermakna mengingat upaya penurunan stunting memerlukan intervensi dan peran serta multisektor. Pada tingkat kabupaten, secara rinci prevalensi stunting tahun 2024 adalah sebagai berikut: Gunungkidul 19,7%, Kulon Progo 18.0%, Sleman 17.3%, Bantul 16.5% dan Kota Yogyakarta 14.9%.

              Pencapaian tersebut merupakan prestasi yang perlu disyukuri dan menjadi acuan untuk upaya yang lebih keras lagi. Secara lebih mendalam, gizi balita tidak hanya diukur dari stunting, dan harus diupayakan pencegahan sejak munculnya masalah gizi yang paling ringan. Oleh sebab itu perlu dicermati kelompok usia terjadinya masalah gizi kurang, balita dengan berat badan kurang maupun balita yang tidak naik berat badan adekuat untuk dilakukan intervensi sedini mungkin. 

              Selain prevalensi stunting yang turun, hasil SSGI 2024 menunjukkan bahwa prevalensi balita wasting (gizi kurang dan gizi buruk) juga turun menjadi 6,7%, balita overweight turun menjadi 3,1%, namun balita underweight (balita berat badan kurang dan sangat kurang) naik menjadi 15,3%. Kenaikan ini perlu menjadi perhatian dimana apabila tidak ada intervensi khusus, dapat menjadi masalah stunting di tahun berikutnya. Tahun 2024 stunting di DIY banyak didapati pada rentang usia di atas 1 tahun dimana prevalensi stunting usia 12-23 bulan 1,6 kali dari rentang usia 0-11 bulan. Selanjutnya, apabila dirunut lebih jauh, data rutin Dinas Kesehatan DIY menunjukkan bahwa pada usia 6-11 bulan terjadi lonjakan kenaikan jumlah balita yang tidak naik berat badan dibanding usia 0-11 bulan dengan persentase tidak naik sebesar 44%.

            Pemberian makan pada bayi dan anak merupakan masalah utama yang berkontribusi dalam masalah gizi balita. Gambaran pola konsumsi anak balita sebagaimana tertangkap dalam survey adalah bahwa pada kelompok baduta (6-23 bulan) balita DIY yang telah mengkonsumsi protein hewani (telur, ikan, daging) telah mencapai 88,1%, dan memenuhi frekuensi minimal makan harian sebesar 82.2%. Capaian tersebut cukup baik, namun terkait dengan keberagaman makan yang dikonsumsi baru mencapai 67,9% dan jumlah minimun asupan baru terpenuhi sebesar 55.9%.

           Selanjutnya hasil tersebut dapat memberikan gambaran dalam menentukan fokus utama intervensi percepatan penurunan stunting khususnya pada kelompok baduta. Perbaikan kualitas asupan makan pada bayi dan anak dapat menjadi rekomendasi intervensi utama pada tahun 2025, tentunya dengan tetap mempertahankan upaya intervensi sensitif dan spesifik yang telah dilakukan selama ini.

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 1.068
  • Bulan Ini

  • 3.094.979
  • Total Kunjungan

  • 33.116.217