Detail Artikel


  • 11 Juni 2023
  • 489
  • Artikel

Pengembangan Kemudahan Akses Pemeriksaan Laboratorium Pada Pasien Tuberkulosis

 

Transformasi sistem kesehatan telah digulirkan oleh Kementerian Kesehatan yang mengarahkan kepada 6 pilar transformasi. Pilar pertama dalam transformasi sistem kesehatan adalah transformasi pelayanan kesehatan primer. Transformasi pilar pertama ini diangkat atas harapan bahwa berbagai permasalahan kesehatan yang selama ini ada di Indonesia dapat ditekan dengan menempatkan aspek pencegahan sebagai garis depan. Transformasi pilar petama menekankan kepada penguatan skrining untuk penemuan berbagai penyakit dan potensi penyakit di masyarakat. Salah satu yang menjadi perhatian dalam pilar pertama tersebut berkaitan dengan skrining dini penyakit Tuberkulosis.

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis . Penyakit TBC masih menjadi masalah utama kesehatan. TBC masih menjadi penyebab kematian kedua terdepan penyakit menular di dunia.. Menurut WHO dalam global TBC report 2022 Indonesia sendiri berada pada posisi Kedua (ke-2) dengan jumlah penderita TBC terbanyak di dunia setelah India, diikuti oleh China, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh dan Republik Demokratik Kongo secara berurutan. Pada tahun 2020, Indonesia berada pada posisi ketiga dengan beban jumlah kasus terbanyak, sehingga tahun 2021 jelas tidak lebih baik.

Kasus TBC di Indonesia diperkirakan sebanyak 969.000 kasus TBC dengan kata lain ada satu orang pasien TBC baru setiap 33 detik. Angka ini naik 17% dari tahun 2020, yaitu sebanyak 824.000 kasus. Insidensi kasus TBC di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk, yang artinya setiap 100.000 orang di Indonesia terdapat 354 orang di antaranya yang menderita TBC.

Berdasarkan data Dinkes DIY penemuan kasus TBC sebanyak 5.250 kasus dariestimasi kasus TBC pada tahun 2022 sebanyak 10.530 kasus. Capaian temuan kasus baru sekitar 50% sehingga perlu adanya strategi percepatan penemuan dan pengobatan yang mencakup perluasan akses dan penyediaan layanan yang bermutu serta terstandar untuk menuju target eliminasi TBC tahun 2030.

Hasil pendataan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluaraga (PIS-PK) yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Mlati II pada Tahun 2019 nilai Indeks Keluarga Sehat (IKS) sebesar 0,19 dimana terdapat 76,7 % penduduk yang terskrining TBC belum mendapatkan pemeriksaan sesuai standar. Berdasarkan hasil capaian standar pelayanan minimal (SPM) bidang Kesehatan tahun 2020 sebanyak 23%  terduga TBC di Puskesmas Mlati II belum mendapatkan pelayanan sesuai standar.

Berdasarkan data yang ada di laboratorium Puskesmas Mlati II sebanyak 36% terduga TBC yang telah mendapatkan pengantar pemeriksaan laboratorium dari dokter tidak melakukan pemeriksaan dahak di laboratorium  Puskesmas Mlati II pada tahun 2017. Disamping adanya stigma bahwa TBC adalah penyakit keturunan yang menyebabkan  banyak masyarakat tidak mau melakukan pemeriksaan. Menjalani pengobatan TBC membuat malu keluarga. Pengobatan jangka panjang juga menjadi hal lain yang menjadi kekhawatiran. 

Pasien terduga TBC di Puskesmas Mlati II juga banyak yang enggan melakukan pemeriksaan dahak di laboratorium dengan alasan antrian pemeriksaan di Puskesmas. Hal ini tidak terlepas dari permasalahan waktu layanan puskesmas yang bersamaan dengan waktu kerja terduga TBC sehingga mengurungkan niatnya. Kasus terbanyak TBC di Puskesmas Mlati II adalah dari keluarga miskin yang bekerja di sektor informal, sebagian diantaranya merupakan pekerja yang sangat bergantung dengan pendapatan harian. Meluangkan waktu untuk selama satu hari menjalani pemeriksaan adalah sebuah kemewahan.

Metode layanan dalam penemuan kasus yang konvensional di Puskesmas pada umumnya masih berpusat di lokasi Puskesmas. Tantangan awal dari pengembangan layanan luar gedung sebelumnya berhubungan dengan ketersediaan sumberdaya termasuk dalam hal ini adalah pembiayaan dan SDM. Namun dengan adanya pembiayaan upaya kesehatan masyarakat bersumber dana kapitasi telah membuka peluang untuk perubahan.  Penulis selanjutnya telah menggagas untuk mengembangkan pendekatan kunjungan rumah terhadap terduga TBC dengan harapan akan mengeliminasi permasalahan berbagai keengganan.

Di sisi lain, metode penemuan yang diamati penulis saat itu mengandalkan penemuan dari kasus kontak erat. Model ini kurang responsif dalam konteks pencegahan dini. Kondisi ini memicu harapan penulis untuk dapat mengembangkan model penemuan kasus secara dini dengan melaksanakan pemeriksaan kunjungan rumah pada kelompok-kelompok yang dinilai rentan tidak hanya sebatas keluarga inti / kontak erat. Gagasan ini disadari penulis tidak akan dapat dilaksanakan tanpa adanya dukungan dari kolega dan programer puskesmas yang lain.

Berbagai gambaran permasalahan tersebut telah memicu penulis untuk membuat gagasan agar masyarakat dapat mengakses pelayanan laboratorium lebih mudah dan lebih cepat untuk penegakkan diagnosa TBC dengan inovasi yang bertujuan meningkatkan temuan kasus TBC. Prinsip gagasan adalah penemuan dini, penemuan cepat, active case finding dengan memberikan kemudahan akses berupa kunjungan rumah pada kelompok terduga / rentan dan pemeriksaan laboratorium. Dengan pendekatan ini diharapkan juga akan membantu dalam meningkatkan kemauan untuk melakukan pemeriksaan yang selanjutnya meningkatkan angka penemuan kasus dan cakupan SPM pelayanan TBC. 

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 2.541
  • Bulan Ini

  • 1.728.429
  • Total Kunjungan

  • 21.718.753