Detail Artikel


  • 14 Mei 2024
  • 153
  • Artikel

Kok Darahku Keluar terus? Jangan-jangan Aku Kena Hemofilia?!

Hai sobat Jogja! Salam sehat selalu!

Pernahkah kalian menemui orang dengan hemofilia? Sebenarnya apa itu hemofilia? Bisa disembuhkan tidak ya? Yuk kita belajar bersama tentang hemofilia!

 

PENGERTIAN

Hemofilia adalah penyakit kelainan perdarahan akibat defisiensi (kekurangan) salah satu faktor pembekuan darah. Faktor pembekuan darah merupakan protein yang sangat diperlukan dalam proses pembekuan darah sehingga kekurangan faktor tersebut dapat menyebabkan perdarahan tidak terkendali, baik secara spontan atau setelah benturan ringan. Penyandang hemofilia sebagian besar adalah laki-laki. Dalam hal ini, perempuan hanya bersifat sebagai pembawa dan penerus gen hemofilia. Hal ini terjadi karena hemofilia merupakan penyakit yang melekat pada kromosom X dan diturunkan secara genetik. Penyakit ini pertama kali ditemukan dalam cacatan berkas Talmud pada abad kedua. Dalam sejarah modern, hemofilia dimulai pada tahun 1803 oleh John Otto yang menerangkan adanya anak yang menderita hemofilia. Di Indonesia sendiri, hemofilia baru diketahui pada tahun 1965.

 

JENIS-JENIS HEMOFILIA

1.      Hemofilia A

Hemofilia tipe pertama ini terjadi saat tubuh kekurangan faktor pembekuan darah VIII (delapan) yang umumnya terkait kehamilan, kanker, dan penggunaan obat-obatan tertentu, serta berkaitan dengan penyakit seperti lupus dan rheumatoid arthritis. Hemofilia jenis A tergolong sebagai kelainan darah yang lebih umum terjadi dibanding dengan jenis lainnya.

2.      Hemofilia B

Hemofilia B terjadi karena tubuh kekurangan faktor pembekuan darah IX (sembilan). Kondisi ini biasanya diwariskan oleh ibu, tapi bisa juga terjadi ketika gen berubah atau bermutasi sebelum bayi dilahirkan.

3.      Hemofilia C

Dibanding dua tipe hemofilia di atas, kasus hemofilia C tergolong amat jarang ditemukan. Hemofilia tipe C disebabkan oleh tubuh yang kekurangan faktor pembekuan darah XI (sebelas).Hemofilia tipe C juga disebut dengan plasma thromboplastin antecedent (PTA) deficiency, atau sindrom Rosenthal. Hemofilia C cukup sulit didiagnosis karena meski perdarahannya berlangsung lama, aliran darahnya sangat ringan sehingga lebih sulit diketahui dan dikelola. Jenis hemofilia C juga terkadang dikaitkan dengan adanya penyakit lupus.

 

TANDA GEJALA

Gejala hemofilia umumnya bervariasi tergantung dari tingkat keparahannya. Namun gejala yang paling umum dari penyakit ini adalah pendarahan yang terjadi secara berkepanjangan. Gejala lainnya dapat berupa:

  • Perdarahan yang sulit berhenti, misalnya pada mimisan atau luka gores
  • Perdarahan pada gusi
  • Perdarahan yang sulit berhenti setelah operasi, misalnya setelah sunat (sirkumsisi)
  • Darah pada urine dan tinja
  • Mudah mengalami memer
  • Perdarahan pada sendi yang ditandai dengan nyeri dan bengkak pada sendi siku dan lutut

Tingkat keparahan perdarahan yang dialami penderita hemofilia tergantung pada jumlah faktor pembekuan dalam darah. Jika jumlah faktor pembekuan darah makin sedikit, perdarahan akan makin sulit untuk berhenti.

Pada hemofilia ringan, jumlah faktor pembekuan dalam darah berkisar antara 5–50%. Penderita hemofilia ini mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun. Namun, penderita bisa mengalami perdarahan yang sulit berhenti jika luka yang dialami cukup parah atau baru menjalani prosedur medis, seperti operasi dan cabut gigi.

Sedangkan pada hemofilia sedang, jumlah faktor pembekuan berkisar antara 1–5%. Pada kondisi ini, perdarahan akibat luka kecil pun akan sulit berhenti. Penderitanya juga cenderung lebih mudah mengalami memar.

Sementara pada hemofilia berat, jumlah faktor pembekuan kurang dari 1%. Kondisi ini membuat penderitanya sering mengalami perdarahan spontan tanpa sebab yang jelas, seperti gusi berdarah, mimisan, dan perdarahan atau pembengkakan di sendi atau otot.

 

PENANGANAN

Pada dasarnya pengobatan hemofilia bertujuan untuk mencegah pendarahan dan menghentikan pendarahan. Obat yang diberikan adalah suntikan faktor pembekuan, atau transfusi darah jika diperlukan. Berbeda dengan penyakit ginjal, transfusi yang dilakukan oleh penyandang hemofilia hanya menggunakan plasma darah. Penanganan hemofilia juga bisa dilakukan dengan profilaksis. Dengan penanganan secara profilaksis, orang dengan hemofilia memiliki kualitas hidup layaknya orang normal.

Selain melakukan pengobatan, juga dapat melakukan beberapa upaya yang bisa mencegah terjadinya luka dan cedera, yaitu:

  • Menghindari kegiatan yang berisiko menyebabkan cedera
  • Menggunakan pelindung, seperti helm, pelindung lutut, dan pelindung siku, jika harus melakukan aktivitas yang berisiko
  • Memeriksakan diri ke dokter secara rutin untuk memantau kondisi hemofilia dan kadar faktor pembekuan yang dimiliki
  • Tidak meminum obat yang dapat memengaruhi proses pembekuan darah, seperti aspirin, tanpa resep dokter
  • Menjaga kebersihan serta kesehatan gigi dan mulut, termasuk rutin melakukan pemeriksaan ke dokter gigi

Penanganan atau pertolongan pertama saat penderita hemofilia mengalami pendarahan adalah segera lakukan RICE atau Rest, Ice, Compression, dan ElevationRest atau istirahatkan si penderita. Lakukan Ice yaitu kompres dengan es untuk mengurangi nyeri, kemudian Compression, yakni balut tekan untuk mengurangi pendarahan. Setelah itu posisikan letak luka lebih tinggi dari jantung. RICE hanya dilakukan untuk pertolongan pertama saja, dalam waktu kurang dari dua jam setelah pendarahan, pasien harus segera mendapatkan suntikkan faktor pembekuan darah atau transfusi darah. (sdp)

 

 

 

Referensi

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/94/hemofilia

https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1106/mengenal-hemofilia

https://indonesiabaik.id/infografis/penyakit-hemofilia-dan-penanganannya

 

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 17.844
  • Bulan Ini

  • 1.728.429
  • Total Kunjungan

  • 23.850.613