Detail Artikel


  • 29 Juni 2024
  • 442
  • Artikel

Dalam Situasi Bencana, Intervensi Gizi Apa Saja Yang Diperlukan?

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wilayah yang memiliki potensi bencana alam, seperti gempa bumi dan gunung meletus yang pernah dialami beberapa tahun yang lalu. Tentunya Pemerintah Daerah DIY telah memiliki rencana kesiapsiagaan bencana untuk meminimalisir besarnya dampak dan untuk mengoptimalkan respon pada saat terjadi bencana. Salah satu respon yang mungkin belum dipahami oleh banyak pihak adalah pentingnya respon gizi pada kejadian bencana. Hal umum yang diketahui masyarakat terkait gizi pada situasi bencana adalah masih sebatas penyediaan makanan pada korban di pengungsian atau wilayah bencana, namun sesungguhnya respon atau intervensi gizi yang diperlukan jauh lebih banyak.

Pada situasi bencana, terutama pada titik pengungsian akan ditemui pengungsi dari berbagai kelompok umur yang memiliki kebutuhan gizi yang berbeda misalnya pada kelompok bayi dan anak, kelompok ibu hamil, remaja sampai dengan lansia, dimana penyajian makanan idealnya juga berbeda. Disamping itu potensi angka kesakitan akan meningkat pada situasi pengungsian. Data menyebutkan bahwa angka kematian dan kesakitan pada balita dapat meningkat hanya dalam waktu 2 minggu paska bencana, serta tingginya risiko diare pada bayi-bayi yang tidak menyusu akibat kondisi pengungsian yang tidak memungkinkan untuk memberikan ASI secara nyaman. Masih banyak permasalahan lain terkait gizi masyarakat yang perlu diperhatikan dan direncanakan dalam situasi bencana yang selanjutnya disebut sebagai respon gizi.

Respon atau intervensi gizi pada situasi bencana dibagi menjadi 4 pokok intervensi, yaitu intervensi pemberian makan bayi dan anak (PMBA), intervensi pencegahan penanganan gizi kurang dan gizi buruk, intervensi suplementasi gizi, dan intervensi gizi kelompok rentan. Intervensi PMBA menekankan kepada tetap terlaksananya 4 standar emas pemberian makan yaitu inisiasi menyusu dini, pemberian ASI eksklusif, pemberian MPASI usia 6 bulan dan melanjutkan ASI sampai 2 tahun. Dalam rencana respon PMBA perlu adanya perencanaan pembentukan dapur PMBA, tersedianya konselor menyusui, tersedianya ruang ramah ibu dan anak dan yang cukup penting adalah pengelolaan donasi susu formula supaya tidak menggagalkan pemberian ASI eksklusif di pengungsian sehingga direkomendasikan untuk menyusun surat edaran pengelolaan susu formula.

Intervensi pencegahan gizi kurang dan gizi buruk dilakukan dengan perencanaan tenaga asuhan gizi serta pemetaan fasilitas Kesehatan rujukan gizi buruk. Hal tersebut penting dilakukan supaya anak gizi buruk mendapat tatalaksana yang tepat untuk mencegah kesakitan atau kematian. Selanjutnya adalah intervensi suplementasi gizi, diketahui bahwa pada kondisi bencana seringkali program rutin seperti suplementasi tablet tambah darah untuk ibu hamil maupun ibu terhenti sehingga perlu perencanaan program dan logistic yang baik. Perencanaan suplementasi vitamin A bagi bayi penting untuk direncanakan mengingat potensi infeksi di lokasi pengungsian cukup tinggi. Intervensi selanjutnya adalah dukungan pada kelompok rentan seperti lansia atau penyandang disabilitas. Dalam rencana kesiapsiagaan perlu disusun perencanaan menu untuk lansia di dapur umum mengingat kebutuhan lansia akan berbeda. Keempat rencana respon gizi tersebut diharapkan dapat setidaknya mempertahankan status gizi dari berbagai kelompok pengungsi dan meminimalisir adanya permasalahan gizi yang lebih berat.

 

 

Penulis

Riesta Yasinta

Seksi Kesehatan Keluarga Gizi dan Kesehatan Jiwa

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 4.591
  • Bulan Ini

  • 3.094.979
  • Total Kunjungan

  • 25.707.968