Detail Artikel


  • 19 Juli 2019
  • 70.690
  • Artikel

Akreditasi Puskesmas, Apakah Menjamin Peningkatan Mutu Pelayanan ?

Berdasar Peraturan Menteri Kesehatan No 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktek Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, bahwa pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakatyang optimal. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan nasional diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya

Puskesmas sebagai salah satu FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) yang difungsikan sebagai gate-keeper dalam pelayanan kesehatan. Puskesmas dituntut untuk memberikan penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat dan perorangan yang paripurna, adil, merata,berkualitas, dan memuaskan masyarakat. Untuk dapat menghasilkan kinerja yang optimal dan berkualitas, serta dapat memuaskan masyarakat, maka seluruh sumber daya yang ada sebagai input dalam pelayanan harus dikelola secara baik menggunakan prinsip – prinsip manajemen, yang dimulai sejak saat perencanaan, penggerakan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan dan penilaian untuk menghasilkan output yang efektif dan efisien pada semua kegiatan di puskesmas.

Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh puskesmas menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan setiap pasien, makin sempurna kebutuhan dan tuntutan setiap pasien, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan bukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan pasien/konsumen dengan biaya berapa saja, harus selalu dihubungkan dengan penggunaan sumber daya yang paling efisien. Kesimpulannya, mutu pelayanan kesehatan itu harus dapat memenuhi kebutuhan pasien/konsumen, seperti yang ditentukan profesi layanan kesehatan, dan harus pula memenuhi harapan pasien, tetapi dengan biaya yang seefisien mungkin (Pohan, 2006). Namun seiring dengan berjalannya waktu, masih saja ditemukan permasalahan dalam hal kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas. Permasalahan kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas sendiri bukan lagi menjadi hal yang baru di Indonesia.

Salah satu cara untuk menilai mutu dan kualitas pelayanan puskesmas dilakukan dengan akreditasi. Dengan implementasi standar akredaitasi akan menjamin manajemen puskesmas, penyelenggaraan program kesehatan, dan pelayanan klinis telah dilakukan secara berkesinambungan. Akreditasi puskesmas adalah pengakuan terhadap Puskesmas yang diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah dinilai bahwa Puskesmas telah memenuhi standar pelayanan Puskesmas yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan untuk meningkatkan mutu pelayanan puskesmas secara berkesinambungan. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, Puskesmas wajib diakreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali.  Tujuan diberlakukannya akreditasi puskesmas adalah untuk membina puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer dalam upaya untuk berkelanjutan memperbaiki sistem pelayanan dan kinerja yang berfokus pada kebutuhan masyarakat, keselamatan, dan manajemen risiko. Pelayanan kesehatan primer yang dimaksudkan meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan, maupun pemulihan. Akreditasi puskesmas berkaitan erat dengan dimensi kualitas pelayanan. Seperti yang disebutkan dalam beberapa kriteria standar penilaian akreditasi puskesmas salah satunya yaitu pada bagian Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP) dimana disebutkan bahwa perbaikan mutu dan kinerja Puskesmas konsisten dengan tata nilai, visi, misi dan tujuan Puskesmas, dipahami dan dilaksanakan oleh Pimpinan Puskemas, Penanggungjawab Upaya Puskesmas dan Pelaksana. Melalui akreditasi, diharapkan manajemen Puskesmas dapat menerapkan Prosedur Standar dengan baik sehingga pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Kualitas yang diberikan oleh Puskesmas, akan menimbulkan persepsi pasien terhadap pelayanan yang diberikan kepadanya.

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI, jumlah puskesmas di Indonesia adalah sebanyak 9759 puskesmas, dimana terdiri dari 3401 puskesmas rawat inap dan 6358 puskesmas non rawat inap yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Permasalahan yang timbul selanjutnya adalah masih adanya masalah dalam indikator kualitas pelayanan di puskesmas yang telah terakreditasi maupun di puskesmas non akreditasi. Untuk wilayah DIY dari 121 puskesmas yang ada, semuanya sudah terakreditasi dengan kategori yang beragam, mulai dasar, madya, utama sampai dengan paripurna. 

Terakreditasinya suatu puskesmas belum bisa menjamin bahwa puskesmas tersebut tidak memiliki masalah dalam hal kualitas pelayanan kesehatan. Belum ada bukti nyata yang bisa menunjukkan bahwa semua puskesmas yang terakreditasi pasti memiliki kualitas pelayanan yang lebih baik dari puskesmas non akreditasi. Sementara menurut PMK No.46 Tahun 2015, tujuan utama akreditasi puskesmas itu sendiri adaah untuk pembinaan peningkatan mutu, kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem manajemen mutu, dan sistem penyelenggaraan program pelayanan kesehatan, serta penerapan manajemen risiko, dan bukan sekedar penilaian untuk mendapatkan sertifikat akreditasi. Namun dengan belum adanya bukti nyata bahwa akreditasi puskesmas mampu menjamin semua puskesmas yang telah trerakreditasi pasti memiliki kualitas yang lebih baik dari pada puskesmas yang belum terakreditasi. Minimnya penelitian yang melihat perbedaan puskesmas akreditasi dan puskesmas non akreditasi dari segi kualitas menunjukkan bahwa akreditasi belum bisa menjamin terhadap peningkatan mutu dan pelayanan puskesmas.

Kebijakan desentralisasi melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah secara tegas menetapkan sektor kesehatan termasuk salah satu kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota, sehingga menjadi tugas daerah untuk mengoptimalkan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang kesehatan termasuk menjaga mutu pelayanan kesehatan. Dalam rangka mengningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) mengeluarkan peraturan Nomor 11/M.PAN/I/2004 tanggal 6 Januari 2004 yaitu tentang Pencanangan Pelayanan Publik dengan tujuan untuk meningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat. Tugas Pelayanan Publik memotivasi aparat pemerintah di daerah untuk :

1). Menciptakan inovasi dan kompetisi berprestasi dalam meningkatkan kualitas pelayanan melalui perbaikan sistem dan prosedur sarana dan prasarana pelayanan yang berkesinambungan;

2). Mewujudkan mutu kualitas pelayanan yang prima, transparan, akuntabel dengan melaksanakan perbaikan sistem dan proses pelayanan melalui mekanisme transparan. Kebijakan desentralisasi di bidang kesehatan harus dilaksanakan seiring dan sejalan dengan kebijakan nasional seperti yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional yaitu mewujudkan visi Kementerian Kesehatan dengan mewujudkan “Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat.”. Menteri Kesehatan Republik Indonesia menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 43/2016 tentang Standar Pelayanan Minimal di bidang Kesehatan dengan tujuan visi Kementerian Kesehatan dapat dicapai. Dengan Keputusan tersebut Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah Kabupaten/Kota dan masyarakat. Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) dituntut dapat menentukan kebijakan pembangunan kesehatan di daerah. Salah satu tugas pokoknya adalah pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas. Menjadi kewajiban DKK untuk membina puskesmas agar bermutu sehingga dipercaya oleh masyarakat. Peningkatkan mutu pelayanan puskesmas dilakukan ketentuan akreditasi.Tujuan diberlakukannya akreditasi adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.(Supari, 2007). Melalui akreditasi diharapkan manajemen Puskesmas dapat menerapkan Prosedur Standar dengan baik sehingga pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Kualitas yang diberikan oleh Puskesmas, akan menimbulkan persepsi pasien terhadap pelayanan yang diberikan kepadanya. Sering kali terdapat perbedaan antara kualitas sesuai dengan harapan pasien dengan persepsi kualitas yang diberikan oleh Puskesmas. Supranto (2006) mengemukakan dimensi kualitas pelayanan terdiri dari : 1.) keandalan (reliability); 2.) daya tanggap (responsiveness); 3.) jaminan (assurance); 4.) empati (empahty); dan 5.) terukur (tangibel).

Apakah status akreditasi berpengaruh terhadap kepuasan pasien atau apakah status akreditasi tidak berpengaruh pada kepuasan pasien. Atau apakah puskesmas terakreditasi memiliki mutu palayanan kesehatan yang lebih baik dari Puskesmas yang tidak terakreditasi. Meskipun pemerintah mengharapkan sistem akreditasi Puskesmas dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, tetapi belum cukup bukti-bukti yang mendukung hipotesis bahwa puskesmas terakreditasi memang memberikan mutu pelayanan yang lebih baik dan kepuasan pasien yang lebih tinggi dari pada puskesmas yang belum terakreditasi. 

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 19.665
  • Bulan Ini

  • 1.728.429
  • Total Kunjungan

  • 20.891.842