SAMPAH LIAR MAKIN TAK TERKONTROL DI DIY Memperingati Hari Bumi 22 April 2016
Tumpukan sampah di pinggir jalan saat ini dengan mudah akan kita temukan di pinggir-pinggir jalan besar. Terutama dijalan jalan utama yang berada di pinggir kota atau diseputaran jalan lingkar yang mengelilingi Yogyakarta. Tulisan “ Dilarang Membuang Sampah di Sini†ibarat hanya menjadi hiasan yang tak dipatuhi. Faktanya, sampah makin menggunung tanpa ada pihak yang bertanggung jawab mengelolanya
Fenomena sampah liar dari rumah tangga semakin menjadi. Sampah
tersebut dapat dikategorikan sebagai municipal
solid waste atau sampah domestik. Kurangnya rasa
tanggung jawab individu terhadap pengelolaan sampah ditengarai menjadi salah
satu penyebabnya. Mental masyarakat masih kurang
baik terkait budaya membuang sampah sembarangan, semisal di tepi jalan atau bantaran
sungai. Di satu sisi masyarakat ingin agar rumahnya bersih, namun tidak peduli
tempat lain menjadi kotor, walaupun sebenarnya warga sudah paham dampak buruk
dari pembuangan sampah. Ditambah masih sedikitnya pengelolaan
sampah swadaya dimasyarakat yang tidak sebanding dengan produksi sampah yang
dihasilkan tiap hari. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin Yogyakarta akan
terkenal “Istimewa†karena gunungan sampah liarnya.
Perhitungannya mengacu
pada SNI 19-3964-199 dimana satuan timbulan sampah kota besar di Indonesia
adalah 2 – 2,5 liter/orang/hari atau 0,4 – 0,5 kg/orang/hari, dan satuan
timbulan sampah kota ukuran sedang/kecil adalah 1,5 – 2 liter/orang/hari atau
0,3 kg/orang/hari, dengan komposisi sampah organik 70 – 80 persen.
Dengan asumsi penduduk DIY adalah 3.542.078 , maka sampah yang dihasilkan dengan perhitungan kota ukuran
sedang/kecil saja adalah 1.062.623 kg atau sekitar 1062 ton. Sementara
kemampuan pengelolaan sampah Sampah yang masuk ke TPA Piyungan dihasilkan warga
tiga wilayah di Yogyakarta yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan
Kabupaten Bantul, yang dalam seharinya hanya mencapai 200-300 ton sampah. Ini disebabkan
Kemampuan Pemerintah untuk mengelola sampah hanya mencapai 40,09% di perkotaan
dan 1.02% di perdesaan. Sebab itu, pengelolaan swadaya saat ini menjadi penting
untuk dilakukan guna mencegah terjadinya berbagai penyakit yang disebabkan oleh
sampah.
Pemerintah lewat
kebijakannya mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam mengelola sampah.
Hal tersebut diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat sehingga daya dukung
lingkungan dapat terus dirasakan oleh masyarakat. Beberapa alternatif
pengelolaan sampah swadaya antara lain melalui pengembangan teknologi pengelolaan sampah di tingkat
komunitas dan permukiman yaitu Digister Composter. Meski metode ini masih terus dikembangkan oleh
pihak pihak terkait. Solusi alternatif lain hal penaganan sampah sebenarnya
sudah mulai berkembang yaitu dengan sistem 3R yaitu Reuse (menggunakan kembali sampah yang
masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya), Reduce (mengurangi segala sesuatu yang
mengakibatkan sampah), dan Recycle (mendaur ulang sampah menjadi barang
atau produk baru yang bermanfaat). Penerapan sistem reuse, reduce, dan recycle tentunya amat
tergantung kepada pemahaman dari tiap individu, dan perlu menjadi gaya hidup
yang dilakukan tiap orang dalam kegiatan pribadinya, dilakukan setiap waktu,
dan di mana saja. Yang dibutuhkan sekarang hanyalah kesadaran, sedikit waktu,
dan kepedulian.
Sebaiknya upaya ini harus
dilakukan jika mengingat dampak sampah pada kesehatan. Pembuangan
sampah yang tidak terkontrol dengan baik merupakan tempat yang cocok bagi
beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing
yang dapat menimbulkan penyakit. Potensi
bahaya yang ditimbulkan adalah Penyakit diare, kolera, tifus yang dapat menyebar
dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak
tepat dapat bercampur dengan air minum. Penyakit DBD dapat juga meningkat
dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
Belum lagi jika kita bicara berbagai penyakit kulit seperti penyakit jamur dapat juga menyebar.
Peringatan
Hari Bumi pada tanggal 22 April 2016 ini hendaknya menjadi momen refleksi bagi
pengelolaan sampah. Sejalan dengan tujuan Hari Bumi yang digagas sebagai upaya
untuk melindungi bumi dari berbagai pencemaran dan aktivitas yang merusak
lingkungan. Jika tidak sekarang melakukan perubahan, maka mungkin ramalan
ilmuwan akan terbukti jika nanti bumi akan dipenuhi tumpukan sampah yang
menutupi permukaannya. (Rf)