Detail Artikel


  • 17 April 2016
  • 14.669
  • Artikel

Tiga Jenis Obat

Tiga Jenis Obat

Sebagai konsumen yang bijak, tentunya kita mengenali obat yang terbagai atas:

Obat Paten

Persepsi masyarakat, obat jenis inilah yang ampuh menyembuhkan. Padahal, maksudnya obat paten adalah obat yang masih memiliki hak paten dan hanya diproduksi oleh produsen pemegang hak paten. Bila masa paten selesai, obat tersebut dapat diproduksi oleh produsen lain sebagai obat generik dan obat bermerek.

Obat Generik

Obat ini ditetapkan adalam Farmakope Indonesia (FI) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya, seperti parasetamol dan amoxilin. Obat ini harganya murah sehingga lebih terjangkau masyarakat dengan kualitas dan khasiat yang sama dengan obat bermerek.

Obar Bermerek

Adalah obat yang diedarkan menggunakan nama dagang dari produsen obat tersebut.

Kemudian, dari kategori bentuk, obat terdiri atas obat cair, setengah padat, dan padat. Bentuk obat cair bisa berupa suntikan, infus, injeksi, obat tetes dan sirop. Bentuk obat setengah padat, seperti salep, krim, dan gel. Biasanya digunakan sebagai obat luar. Sedangkan obat padat, seperti tablet, kapsul, serbuk dan suppositoria.

Warna Pada Kemasan

Dalam memilih obat, Kementerian Kesehatan Menetapkan standarisasinya. Hal ini dapat dilihat dari penandan warna pada kemasannya.

Hijau

Pada kemasan ada bulatan hijau tepi hitam maka itu termasuk obat bebas. Artinya, obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Misalnya, parasetamol.

Biru

Pada kemasan obat ada tanda lingkaran biru plus garis tepi berwarna hitam dan kotak berwarna hitam berisi pemberitahuan  berwarna putih. Hal itu berarti obat keras yang masih dapat dibeli bebas tanpa resep dokter. Akan tetapi, penggunannya harus memperhatikan informasi obat pada kemasan.

Merah

Pada kemasan obat ada tanda lingkaran merah dengan huruf K, yang sekelilingnya dibatasi warna hitam. Ini termasuk kategori obat keras dan psikotropika. Artinya, obat yang harus menggunakan resep dokter. Misalnya, Amoksilin, Kaptopril, Piroksikam, dan Deksametason. Adapun yang termasuk obat psikotropika adalah obat yang memengaruhi menyebabkan perubahan mental dan perilaku, seperti Diazepam, Fenobarbital, dan Klorpromazin

Putih

Pada kemasan obat ada tanda lingkaran putih dengan berpalang merah, serta sekeliling lingkaran dengan garis warna merah. Obat ini hanya dapat dibeli dengan resep dokter. Obat ini dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan menimbulkan ketergantungan. Contoh obatnya, Kodein, Petidin dan Morfin.

Prinsip Obat Aman

Sekali lagi, kita tak boleh sembarang membeli dan mengonsumsi obat. Kita harus berpedoman pada prinsip penggunaan obat yang aman dengan memerhatikan tiga hal :

Komposisi, mengetahui zat aktif yang terkandung dalam obat, dan zat tunggal dan kombinasi berbagai zat.

Indikasi, mengetahui mengenai khasiat obat.

Aturan pakai, bahwa kita harus mengetahui cara penggunaan obat.

Tepat Simpanan Obat.

Tak kalah penting adalah bagai mana penyimpanan obat yang tepat. Dirumah, sebaiknya sediakan tempat khusus obat sehingga tidak mudah rusak. Pastikan  pula  mengetahui waktu kedaluwarsa obat.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan obat menurut Kementerian Kesehatan sebagai berikut :

·         Simpan di tempat sejuk, kering dan terhindar dari sinar matahari langsung. Untuk obat tertentu perlu disimpan dalam lemari pendingin, seperti obat wasir.

·         Jauhkan dari jangkauan anak-anak.

·         Simpan dalam kemasan aslinya dan dalam wadah tertutup rapat. Hindari mengganti kemasan botol lain.

·         Hindari mencampur obat tablet dan kapsul dalam satu wadah.

·         Hindari menyimpan kapsul atau tablet di tempat panas atau lembab karena dapat menyebabkan obat tersebut rusak.

·         Obat dalam bentuk cair jangan disimpan dalam lemari pendingin kecuali disebutkan pada etiket atau kemasan obat.

·         Hindari meninggalkan obat di dalam kendaraan/mobil pada jangka waktu lama karena perubahan suhu dapat merusak obat tersebut.

·         Pisahkan penyimpanan obat dalam dan obat luar.

Waspadai Obat Palsu

                Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mencatat, pertumbuhan peredaran obat ilegal di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir cukup tinggi. Fenomena pemalsuan obat diduga lantaran biaya produksi yang lebih murah, daya beli masyarakat yang kurang, serta kurangnya pengetahuan masyarakat akan dampak dan bahaya obat palsu. Obat palsu biasanya dijual lebih murah.

                Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), obat palsu merupakan obat yang pengadaanya sengaja palsukan, baik identitas maupun sumber obatnya.

                Obat palsu umumnya diproduksi dengan cara meniru penandaan obat lain yang memiliki izin edar.  Efek penggunaan obat palsu mengakibatkan resistensi obat atau kekebalan terhadap obat meningkat dan sakit berkepanjangan yang tak kunjung sembuh. Alhasil, biaya pengobatan makin meningkat karena pasien mengalami resistensi obat. Ujung-ujung kondisi pasien tak kunjung sembuh bahkan meningkatkan risiko komplikasi. Karena itu, kita perlu mewaspadai obat palsu. Berikut hal yang penting dilakukan :

*      Pastikan untuk selalu membeli obat resep obat hanya di apotek atau sarana pelayanan kesehatan yang memiliki izin resmi.

*      Saat membeli obat, perhatikan kemasan obat, apakah masih tersengel dengan baik. Perhatikan juga label  obat dan tanggal kedaluwarsanya, serta warna kemasan obat.

*      Waspada jika ada perbedaan harga obat yang signifikan.

*      Sampaikan pada dokter jika tidak juga membaik setelah minum obat yang diresepkan. Bawa serta kemasan obat yang anda curigai ke dokter untuk mengetahui apakah obat yang anda minum palsu atau tidak.

*      Musnahkan dan hancurkan obat yang sudah kedaluwarsa, rusak, atau tidak terpakai agar tidak disalahgunakan pihak lain yang tidak bertanggung jawab.

Resiko Efek Samping

                Miski digunakan dengan benar obat tetap berpotensi menimbulkan efek samping. “Ada proses pemberian informasi sebelum pasien/konsumen layanan kesehatan menggunakan obat dengan benar. Ia harus mendapat penjelasan dari tenaga medis mengenai penyakit dan apakah perlu oabt atau tidak. Kalau perlu  obat jelaskan juga bagaimana kerja obat tersebut dan efek samping yang mungkin timbul,” terang Purnamawati. (fm)

                Jadi, pasien mengetahui obat yang harus dikonsumsi ada kemungkinan efek samping. Sebagai informasi, risiko efek samping akan meningkat pada usia yang sangat muda dan berusia lanjut. Misal, pada bayi atau anak kecil, organ-organ untuk memetabolisme obat masih belum matang. Sedangkan pada orangtua, kapasitasnya memang  sudak menurun.

                “Oleh karena itu pasien/konsumen kesehatan perlu menyadari dan memahami pengetahuan dasar kesehatan sehingga bijak dalam menggunakan obat,” pesan Purnamawati. (fm)

 

 

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 7.299
  • Bulan Ini

  • 1.728.429
  • Total Kunjungan

  • 20.057.525