Sanitasi Dan Stunting
Apa yang menjadi benak
anda ketika membaca kata ‘Sanitasi dan Stuntingâ€, adakah korelasi antara
keduanya? Selama ini mungkin kita hanya tahu bahwa masalah sanitasi hanya
berdampak buruk terhadap lingkungan. Sanitasi yang buruk mengakibatkan beragam
dampak negatif, baik bagi kesehatan, ekonomi maupun lingkungan.
Sanitasi adalah perilaku
disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan
bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia. Dalam
kesehatan lingkungan perilaku manusia yang berhubungan dengan sanitasi antara
lain perilaku dalam hal buang air besar sembarangan, perilaku cuci tangan pakai sabun, pengelolaan makanan
dan minum rumah tangga, perilaku dalam membuang sampah rumah tangga, perilaku
dalam pengelolaan limbah rumah tangga dan lain-lain. Kondisi sanitasi yang
buruk akan berdampak terhadap masalah kesehatan terutama terkait penyebaran
penyakit-penyakit berbasis lingkungan seperti Diare, Thypus, Pneumonia dan
lain-lain.
Sedangkan stunting
(pendek dan sangat pendek), menurut Kepmenkes No. 1995/MENKES/SK/XII/2010
tentang Standar Anthropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan
sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan
menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Balita dikatakan
pendek jika adalah bila status gizinya yang berdasarkan panjang atau tinggi
badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (multiple
Growth Reference Study) tahun 2005, nilai z-score nya kurang dari -2SD dan
dikategorikan sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD. Upaya
peningkatan status gizi masyarakat termasuk prevalensi balita pendek menjadi
salah salah prioritas pembangunan
nasional yang tercantum dalam RPJMN
tahun 2015-2019.
Masalah stunting /
balita pendek mengindikasikan adanya
masalah gizi kronis yang dipengaruhi
dari kondisi ibu, masa ketika janin/dalam masa kehamilan, dan masa bayi/balita,
termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Balita yang mengalami gizi
buruk tidak hanya berdampak dalam jangka pendek, apabila tidak diatasi dengan
benar akan berdampak dalam jangka panjang dalam siklus kehidupannya. Bayi
dengan BBLR akan sangat rentan terhadap kematian, masalah
perkembangan mental, serta penyakit kronis ketika dewasa.
Kondisi sanitasi
lingkungan yang buruk, air minum yang tidak sehat dan perilaku yang tidak hygienis
menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit Diare pada bayi atau
balita. Penyakit Diare yang terus menerus atau
terjadi berulang-ulang pada bayi/balita akan menyebabkan kekurangan
gizi. Hal tersebut dikarenakan oleh rusaknya mukosa usus oleh bakteri fecal yang
mengakibatkan terjadinya gangguan absorbsi zat gizi. Peningkatan cakupan
sanitasi dan perilaku hygiene sebesar 99% dapat membantu menurunkan insiden
diare sebesar 30% dan menurunkan prevalensi stunting sebesar 2,4% (UNICEF, Tahun 2003)
Upaya intervensi gizi
spesifik untuk balita difokuskan pada kelompok 1000 Hari Pertama Kehidupan
(HPK) yaitu ibu hamil, ibu menyusui dan anak 0-23 bulan, karena penanggulangan
balita pendek (Stunting) yang paling efektif dilakukan pada 1000 HPK. Salah satu
intervensi gizi sensitif adalah mengintegrasikan inisiatif yang selama ini
dilakukan di sektor air bersih dan sanitasi kementerian kesehatan. Hal-hal yang
dapat dilakukan di tingkat rumah tangga antara lain :
1.
Menjaga kebersihan
rumah dan sekitarnya
Bersih berarti bebas dari pencemaran kotoran manusia (bayi) dan
hewan peliharaan, baik terhadap permukaan lantai, air, pakaian, alat-alat masak
/ makan dan lain-lain.
2.
Menerapkan praktek
Baby Wash
Segala kotoran hewan dan manusia harus dibuang secara aman tanpa
kecuali kotoran bayi termasuk pempers bayi harus di buang secara aman. Anak
balita harus diamankan dari resiko terpapar atau menelan sesuatu yang
terkontaminasi kotoran hewan / manusia.
3.
Cuci Tangan Pakai
Sabun (CTPS)
Menyediakan fasilitas CTPS dengan air mengalir dan sabun di
dekat WC dan dapur. Waktu untuk melakukan CTPS : Setelah BAB, setelah
membersihkan kotoran bayi, sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan dan
sebelum menyusui.
4.
Mengolah dan menyimpan
air minum dengan aman
·
Kran harus selalu
dalam keadaan bersih dan tidak terpapar resiko pencemaran yang berasal dari WC,
hewan peliharaan, air limbah.
·
Apabila air ditampung
wadah penyimpanan harus tertutup rapat, tidak memungkinkan tangan dicelupkan
kedalamnya dan wadah harus dibersihkan secara rutin.
·
Jika harus
dipindahkan, air tidak boleh dalam keadaan terbuka.
·
Air yang belum
memenuhi kualitas siap minum harus
dimasak hingga mendidih.
·
Wadah yang digunakan
menyimpan air minum harus dibedakan dari wadah untuk keperluan lainnya dan
dibersihkan setiap hari.
5.
Menjaga kebersihan
makanan
· Dapur dan area tempat
pengolahan makanan harus selalu bersih dari serangga, tikus dan hewan lainnya.
·
Mencuci sayur dan buah
menggunakan air yang bersih sebelum dimakan.
·
Tangan orang yang
memasak dan perangkat masak dan
peralatan makan harus bersih.
·
Pisahkan makanan yang
sudah matang dan mentah.
·
Masaklah makanan
hingga matang, terutama daging, telur dan seafood.
·
Simpan makanan matang
dalam suhu yang aman dan tetutup agar terlindung dari debu/kotoran, lalat dan
seranggal lainnya.
· Hindari bayi yang tidak menghabiskan makanannya
. Gunakan bahan masakan dan air yang aman