Detail Artikel


  • 22 April 2016
  • 1.713
  • Artikel

SAMPAH LIAR MAKIN TAK TERKONTROL DI DIY Memperingati Hari Bumi 22 April 2016

Tumpukan sampah di pinggir jalan saat ini dengan mudah akan kita temukan di pinggir-pinggir jalan besar. Terutama dijalan jalan utama yang berada di pinggir kota atau diseputaran jalan lingkar yang mengelilingi Yogyakarta. Tulisan “ Dilarang Membuang Sampah di Sini” ibarat hanya menjadi hiasan yang tak dipatuhi. Faktanya, sampah makin menggunung tanpa ada pihak yang bertanggung jawab mengelolanya


Fenomena sampah liar dari rumah tangga semakin menjadi. 
Sampah tersebut dapat dikategorikan sebagai municipal solid waste atau sampah domestik. Kurangnya rasa tanggung jawab individu terhadap pengelolaan sampah ditengarai menjadi salah satu penyebabnya. Mental masyarakat masih kurang baik terkait budaya membuang sampah sembarangan, semisal di tepi jalan atau bantaran sungai. Di satu sisi masyarakat ingin agar rumahnya bersih, namun tidak peduli tempat lain menjadi kotor, walaupun sebenarnya warga sudah paham dampak buruk dari pembuangan sampah. Ditambah masih sedikitnya pengelolaan sampah swadaya dimasyarakat yang tidak sebanding dengan produksi sampah yang dihasilkan tiap hari. Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin Yogyakarta akan terkenal “Istimewa” karena gunungan sampah liarnya.

 

Perhitungannya mengacu pada SNI 19-3964-199 dimana satuan timbulan sampah kota besar di Indonesia adalah 2 – 2,5 liter/orang/hari atau 0,4 – 0,5 kg/orang/hari, dan satuan timbulan sampah kota ukuran sedang/kecil adalah 1,5 – 2 liter/orang/hari atau 0,3 kg/orang/hari, dengan komposisi sampah organik 70 – 80 persen. Dengan asumsi penduduk DIY adalah 3.542.078 , maka sampah yang dihasilkan dengan perhitungan kota ukuran sedang/kecil saja adalah 1.062.623 kg atau sekitar 1062 ton. Sementara kemampuan pengelolaan sampah Sampah yang masuk ke TPA Piyungan dihasilkan warga tiga wilayah di Yogyakarta yaitu Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, yang dalam seharinya hanya mencapai 200-300 ton sampah. Ini disebabkan Kemampuan Pemerintah untuk mengelola sampah hanya mencapai 40,09% di perkotaan dan 1.02% di perdesaan. Sebab itu, pengelolaan swadaya saat ini menjadi penting untuk dilakukan guna mencegah terjadinya berbagai penyakit yang disebabkan oleh sampah.

 

Pemerintah lewat kebijakannya mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam mengelola sampah. Hal tersebut diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat sehingga daya dukung lingkungan dapat terus dirasakan oleh masyarakat. Beberapa alternatif pengelolaan sampah swadaya antara lain melalui pengembangan teknologi pengelolaan sampah di tingkat komunitas dan permukiman yaitu Digister Composter.  Meski metode ini masih terus dikembangkan oleh pihak pihak terkait. Solusi alternatif lain hal penaganan sampah sebenarnya sudah mulai berkembang yaitu dengan sistem 3R yaitu Reuse (menggunakan kembali sampah yang masih dapat digunakan untuk fungsi yang sama ataupun fungsi lainnya), Reduce (mengurangi segala sesuatu yang mengakibatkan sampah), dan Recycle (mendaur ulang sampah menjadi barang atau produk baru yang bermanfaat). Penerapan sistem reuse, reduce, dan recycle tentunya amat tergantung kepada pemahaman dari tiap individu, dan perlu menjadi gaya hidup yang dilakukan tiap orang dalam kegiatan pribadinya, dilakukan setiap waktu, dan di mana saja. Yang dibutuhkan sekarang hanyalah kesadaran, sedikit waktu, dan kepedulian.

 

Sebaiknya upaya ini harus dilakukan jika mengingat dampak sampah pada kesehatan. Pembuangan sampah yang tidak terkontrol dengan baik merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit.  Potensi bahaya yang ditimbulkan adalah Penyakit diare, kolera, tifus yang dapat menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur dengan air minum. Penyakit DBD dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. Belum lagi jika kita bicara berbagai penyakit kulit seperti penyakit jamur dapat juga menyebar.  

Peringatan Hari Bumi pada tanggal 22 April 2016 ini hendaknya menjadi momen refleksi bagi pengelolaan sampah. Sejalan dengan tujuan Hari Bumi yang digagas sebagai upaya untuk melindungi bumi dari berbagai pencemaran dan aktivitas yang merusak lingkungan. Jika tidak sekarang melakukan perubahan, maka mungkin ramalan ilmuwan akan terbukti jika nanti bumi akan dipenuhi tumpukan sampah yang menutupi permukaannya.  (Rf) 

Kontak Kami

JL. Gondosuli No.6 Yogyakarta Kota Yogyakarta DIY 55231 Indonesia
dinkes@jogjaprov.go.id
+62274563153
(0274)512368

Kunjungan

  • Hari Ini

  • 8.513
  • Bulan Ini

  • 1.728.429
  • Total Kunjungan

  • 20.058.739