"Pantang pulang, sebelum Rekam Medis Lengkap"

Itu adalah slogan yang pernah viral di medsos, ditulis di sebuah spanduk RS Pendidikan. Sebuah spanduk untuk mengingatkan residen tentang pentingnya mengisi kelengkapan rekam medis.

Memang, masalah rekam medis adalah masalah yang pelik. Salah satu syarat dari akreditasi rumah sakit versi KARS maupun JCI mensyaratkan kelengkapan dan kerapian administrasi rekam medis. Namun, indahnya slogan tidak mudah diaplikasikan.

Kita semua tentu sepakat bahwa rekam medis yang lengkap adalah hal penting dalam tatalaksana pasien yang komprehensif. Secara medikolegal, rekam medis yang lengkap adalah "tameng" bagi dokter jika suatu saat dituntut pasien di era mal praktek seperti saat ini.

Isu yang berkembang adalah, karena sibuk melengkapi rekam medis, residen atau dokter tidak punya cukup waktu untuk mengembangkan hubungan dokter-pasien yang baik. Tentu logis, seorang residen atau dokter di rumah sakit yang memiliki beban rata-rata 10 pasien/hari atau lebih akan menghabiskan 150-300 menit per hari hanya untuk mengisi kelengkapan rekam medis. Artinya 5 dari 8 jam kerja digunakan untuk melengkapi rekam medis!

Ternyata hal tersebut juga terjadi tidak hanya di Indonesia. Di negri Belanda, masalah tersebut tidak kalah runyam. Di sana dokter mengisi rekam medik sambil menganamnesis pasien. Akibatnya, dokter harus membagi perhatian antara layar dengan pasien. Perset*n dengan empati saat anamnesis atau komunikasi efektif. Yang penting pasien sembuh, rekam medik lengkap.

Electronic Medical Record (EMR) dan Masa Depan Industri Kesehatan

Electronic Medical Record (EMR) adalah solusi yang coba dikembangkan di banyak negara maju. Termasuk di negri Belanda, EMR sudah sangat maju, pun tetap belum bisa memberikan cukup waktu dokter untuk membangun hubungan dokter-pasien yang humanis.

Di USA, EMR sudah menjadi industri yang menggurita. Hampir semua rumah sakit menerapkan EMR. Diklaim, EMR dapat memberikan penghematan ratusan ribu dollar dibanding jika hanya menggunakan rekam medik konvensional dengan kertas. Hal ini terkait dengan efisiensi ruang penyimpanan rekam medik kertas yang semakin menyusut dengan aplikasi EMR.

Sayang, di Indonesia EMR belum cukup berkembang. Banyak praktisi kesehatan di Indonesia yang skeptis dengan EMR. Mereka banyak mempersoalkan tentang kemanan data dan banyak hal teknis lain.

Sebuah start up teknologi yang sedang merintis industri EMR adalah rekmed.com

Start up ini memiliki sebuah visi untuk menyediakan layanan sehingga dokter lebih mudah mengisi rekam medis dan memiliki lebih banyak waktu untuk merawat pasien.

Rekam medis memang adalah masalah yang pelik. Solusi untuk menjembatani rekam medis lengkap, tanpa mengurangi waktu untuk merawat pasien urgen untuk ditemukan.

Ada ide nggak bagaimana menjembatani masalah ini?